#BtB14: Dating — Apakah dia orangnya?

She Writes This
2 min readFeb 13, 2022

Banyak di antara kita yang bertanya-tanya “Apakah ini orang yang tepat untukku?” Pertanyaan ini muncul beriringan dengan perasaan yang menginginkan jawaban “Ya, tentu.” daripada jawaban “Bukan ini.”

Bagaimana tahu bahwa ini orangnya?

Kita hidup dalam dunia yang menawarkan kenyamanan hidup, happily ever after, dan hidup tanpa penyesalan. Inilah yang mendasar munculnya pertanyaan “Apakah dia orangnya?” Karena sebenarnya kita takut salah pilih, kita takut mengalami penyesalan, kita takut menghadapi hari depan dengan air mata. Kita berpasangan dengan manusia yang sama-sama berdosa. Seberapapun kita berusaha, tersakiti dan menyakiti tidak dapat selalu dihindari.

Manusia memang hanya punya visi yang terbatas. Pertimbangan demi pertimbangan yang dibuat pun dapat salah. Kalkulasi mengenai kehidupan pun dapat meleset, maka sebenarnya diperlukan langkah iman untuk mengambil sebuah keputusan, termasuk ketika memilih pasangan hidup.

Kita perlu mendasarkan pemikiran dan pertanyaan kita pada Tuhan. Pertanyaan tersebut seharusnya tidak mengambil porsi besar dalam kehidupan karena kita punya tujuan yang lebih besar yaitu untuk menikmati dan memuliakan Tuhan.

“Delight yourself in the Lord.”

Dalam segala sesuatu, kita perlu untuk temukan sukacita dan temukan diri kita di dalam Tuhan. Pertanyaan “Apakah dia orangnya?” Mungkin dapat dipertajam dengan menanyakan
“Apakah jika aku bersama dia, Tuhan dimuliakan?”

Jawaban dari pertanyaan ini tidak dapat datang dalam waktu hitungan detik. Waktu adalah ujian terbaik bagi sebuah relasi. Dalam waktu-waktu yang berlalu, selalu renungkan dan gumulkan bagaimana melalui relasi ini kita dapat sama-sama mengerjakan pekerjaan Tuhan. Apakah kita sudah mengerjakan bagian kita masing-masing?

Selama masa kita mempertanyakan mengenai hal ini, kita perlu bertumbuh dalam kepekaan, kepekaan untuk mengenal diri dan mengenal dia. Tanyakan pada diri, apakah kita sudah mengenali kelemahannya? Jika ya, bisakah kita menerimanya? Atau hati kita sebenarnya sedang berteriak kepada dia untuk berubah? Kelemahannya seharusnya menjadi salah satu tantangan bagi kita untuk dapat sama-sama bertumbuh. Bagi kita, kita belajar untuk menerima dan mendoakan supaya Tuhan yang mengubahkan dia. Bagi dia, dia belajar untuk mendengarkan dan mengenali kelemahan dirinya, sambil memikirkan bagaimana mengatasi kelemahan tersebut.

Selama kita bersama dengan dia dalam masa pendekatan atau pacaran, kita perlu untuk peka mendengar sesama. Orang lain perlu untuk tahu bahwa kita sedang ada dalam relasi. Alangkah lebih baik, jika kita juga bisa mendengar pendapat mereka mengenai relasi yang kita jalani. Apakah melalui relasi tersebut Tuhan makin dimuliakan? Atau justru relasi tersebut membuat kita makin eksklusif dan tidak dapat secara bersama-sama menikmati persekutuan dengan tubuh Kristus?

Selama kita masih belum memutuskan menikah, masih ada banyak waktu untuk mempertimbangkan dan menilai. Buka mata lebar-lebar supaya kita bisa melihat kelemahannya dan tanyakan pada diri, apakah bisa menerimanya? Sejauh apa bisa menerima?

Kita tidak bisa mengharapkan seseorang berubah sebab kita meminta dia berubah. Perubahan tersebut hanya bisa dikerjakan oleh Tuhan. Masa pacaran adalah gambaran dari apa yang akan kita jalankan di depan, maka kita tidak perlu memakai topeng atau meminta dia memakai topeng. Kita perlu belajar untuk jujur menyatakan diri supaya dia dapat mengenal kita, dan begitu pula sebaliknya. Sampai waktunya tiba bagi kita untuk bergumul mengenai “Apakah dia orangnya?”, gunakan waktu yang ada untuk mencari pertimbangan.

Selalu doakan dan gumulkan dengan Tuhan.

Blessed to be blessings.

--

--